Jakarta – Bisnis warung tegal (warteg) termasuk yang terhajar pandemi Covid-19. Selama itu, warteg harus berkompromi membuka tutup aktivitas bergantung kebijakan pembatasan sosial. Alhasil, sudah banyak pelaku usaha yang akhirnya harus gulung tikar. Mereka umumnya berasal dari wilayah Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Brebes.
“Pemilik warteg itu urbanisasi Tegal dan Brebes. Rumah-rumah saat waktu normal sebelum Covid-19 banyak yang kosong karena ditinggal pemilik. Sekarang hampir 50% penuh. Jadi dari 50 ribu warteg di Jabodetabek, berarti sekitar 25 ribu di antaranya tutup saat ini. Sangat mengkhawatirkan memang,” kata Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni, Kamis (29/7/2021).
Angka tersebut bisa jadi terus bertambah seiring pandemi yang belum berakhir dan tidak diketahui kapan usai. Apalagi kebijakan kerap berubah-ubah. Saat ini warteg diizinkan untuk beroperasi dengan melayani makan si tempat, namun bisa jadi kondisi ke depan berubah lagi. Ketidakpastian yang sudah terjadi selama ini membuat pelaku usaha boncos dan harus menjual beragam asetnya.
“Dengan kondisi seperti ini, sudah 1,5 tahun. Kita yang bekerja harian rugi terus, dari mana selain menjual aset sana sini untuk melanjutkan kehidupan. Jadi aset yang ada, baik motor mobil ditarik semua sama leasing, banyak banget yang sudah seperti itu,” ungkap Mukroni.
Semua aset tersebut dijual untuk menghidupi kebutuhan pokok dan permodalan. Sayang, yang terjadi modal kian habis sementara omset tidak tumbuh signifikan, meskipun Pemerintah sudah mengizinkan makan di tempat.
“Sekarang masih WFH pengunjung nggak ada, esensinya bukan bantuan kelonggaran (20 menit dine in). Kalau Pemerintah mau bantu kerahkan BUMN, lembaga-lembaga kantor pemerintahan borong warung-warung yang sepi lalu take away,” kata Mukroni.