Jakarta – Skema pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan dikhawatirkan apabila anggaran ini akan menguntungkan pihak swasta dan merugikan negara. Tentunya hal ini terkesan horor bagi pemerintah dari segi keuangan.
Hal ini dikatakan Sekretaris Eksekutif Komisi Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Prof Eko Prasojo, dalam The Indonesian Democracy Initiative (TIDI) yang menggelar webinar series membahas rencana pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan, Rabu 14 Juli 2021.
“Kalau pembiayaan oleh swasta waspadai prinsip profit making. Ekonomi politik, jangan sampai perpindahan Ibu Kota ini jadi domain bisnis para pengusaha,” kata Eko Prasojo.
“Pemindahan Ibu Kota ini akan menyerap semua fokus energi, biaya pembangunan yang kita miliki dan bagaimana dengan sasaran pembangunan Indonesia 2045 kalau fokus kita terbagi dengan pemindahan Ibu Kota,” ujar Eko Prasojo.
Dalam acara yang sama, Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama (SJP) mengatakan, proses pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan masih sangat lambat.
Menurutnya, Undang-Undang (UU) Ibu Kota Negara baru yang akan menjadi dasar legalitas pemindahan Ibu Kota sampai saat ini belum di bahas dan bahkan belum masuk Prioritas Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Progres pembahasan IKN di DPR ini baru sampai pada tahap memasukan RUU IKN baru ke dalam Prolegnas 2021, namun pemerintah secara resmi belum mengajukan kepada DPR, naskah akademik, surpres dan dokumen lainnya belum diserahkan,” ujar anggota DPR RI dapil NTB ini.
Ia menambahkan, pemindahan Ibu Kota baru ini selain bermasalah dalam proses legalitasnya, juga bermasalah dalam hal legitimasinya. Menurutnya, aspek legitimasi ini sangat penting karena Ibu Kota menjadi simbol negara.
Ia mempertanyakan sejauh mana masyarakat Indonesia mengingingkan pemindahan Ibu Kota ini. “Dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara ini tidak hanya urusan legalitas, namun juga aspek legitimasinya, sejauh mana rakyat Indonesia menginginkan pemindahan Ibu Kota Negara ini,” sambung SJP.
Selain itu, SJP juga menyoroti permasalahan ekonomi yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Menurutnya, pemindahan Ibu Kota Negara bukan menjadi solusi permasalahan ekonomi dan tidak memiliki kolerasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sementara Direktur Eksekutif Rujak for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, dalam kesempatan yang sama menilai pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan pemindahan Ibu Kota dari Jawa ke Kalimantan.