Jakarta – Setelah bikin pusing masyarakat akibat kelangkaan dan harga yang meroket, Jaksa Agung RI akhirnya menetapkan empat orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Dari keempat tersangka tersebut, tiga di antaranya berasal dari pihak pelaku usaha, yang mana salah satunya berasal dari produsen minyak kelapa sawit utama dunia, Wilmar International.
Master Parulian Tumanggor (MPT) yang merupakan Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia resmi ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Kasus ini tentu ikut mencoreng nama Wilmar yang dalam laporan tahunan 2021 lalu mengklaim sebagai produsen terbesar minyak goreng kemasan bermerk di Indonesia.
Tidak hanya itu, Wilmar juga merupakan produsen minyak nabati nomor satu di dunia. Selain Indonesia, pasar utama Wilmar termasuk China, India, Vietnam dan beberapa negara Afrika.
Untuk pasar China, Wilmar menguasai 45% pangsa pasar minyak nabati, dengan Arawana menjadi merek yang diperdagangkan secara luas di sana.
Sementara itu produk minyak goreng perusahaan yang dijual bebas di pasar Indonesia dan dekat dengan masyarakat adalah merek Sania dan Fortune. Selain itu produk minyak goreng lain yang dikeluarkan Wilmar termasuk Siip, Sovia, Mahkota, Ol’eis, Bukit Zaitun dan Goldie.
Wilmar diketahui memiliki lebih dari 10 pabrik manufaktur untuk minyak goreng di Indonesia dan Malaysia. Secara global, Wilmar memiliki lebih dari 450 pabrik dan jaringan distribusi di China, India, Indonesia, dan 50 negara lainnya. Grup perusahaan ini memiliki kurang lebih 92.000 karyawan dari berbagai negara.
Laman resmi perusahaan mengatakan jika Wilmar adalah salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia dengan total luas tanam 232.053 hektar (ha) per 31 Desember 2020, di mana sekitar 65% berada di Indonesia dengan lokasi tersebar di Sumatra, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Selain minyak goreng, Wilmar juga memproduksi tepung dengan merek Mila, Tulip dan Sania yang dipasarkan di Indonesia. Selanjutnya Wilmar yang merupakan perusahaan penggilingan padi terbesar dunia dengan kapasitas tahunan 7 juta ton, juga menjual beras dengan merek Fortune, Sania dan Lumbung Padi di Indonesia.
Wilmar sebenarnya masih memiliki produk konsumer lainnya mulai dari mi dan pasta hingga saus dan kondimen, akan tetapi tidak ditargetkan untuk pasar Indonesia.
Sementara itu produk non-konsumer perusahaan termasuk pakan ternak hingga pupuk.
PT Sentratama Niaga Indonesia merupakan anak perusahaan Wilmar di Indonesia yang 100% sahamnya dimiliki perusahaan. Sentratama Niaga Indonesia merupakan pengendali dari PTÂ Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA).
Berdasarkan laporan keuangan CEKA, Sentratama Niaga Indonesia diketahui juga merupakan pengendali dari PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan yang saat ini tersandung kasus dugaan korupsi minyak goreng.
Wilmar merupakan perusahaan Singapura yang ikut didirikan oleh salah satu taipan asal RI Martua Sitorus, bersama pengusaha Singapura Kuok Khoon Hong.
Saat ini, Martua Sitorus sudah tidak lagi memiliki kepemilikan langsung di antara 20 besar pemegang saham terbesar di Wilmar International setelah resmi mundur dari perusahaan tahun 2018 lalu.
Meski demikian, Darwin Indigo yang merupakan keponakan Martua Sitorus tercatat sebagai country head Wilmar di Indonesia dan juga merupakan Komisaris Utama di CEKA.