Jakarta – Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap pihaknya memiliki big data yang berisi suara rakyat ingin pemilu ditunda. PKS menilai hal itu hanya klaim sepihak.
“Saya tidak tahu big data yang dimaksud oleh Pak Luhut ya. Tapi bisa saja itu klaim sepihak dari data yang beliau miliki,” kata juru bicara PKS Muhammad Kholid kepada wartawan, Jumat (11/3/2022).
Kholid menilai apa yang diklaim Luhut tidak jelas sumbernya, berbeda dengan hasil survei yang menyatakan mayoritas publik tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu ataupun presiden tiga periode. Dia menganggap apa yang diklaim Luhut hanya untuk menjustifikasi penundaan pemilu.
“Sumbernya juga tidak jelas. Metodologinya tidak jelas. Seperti apa. Yang jelas hasil survei dari beberapa lembaga survei menyatakan mayoritas rakyat tidak setuju dengan penundaan pemilu atau perpanjangan jabatan presiden. Jadi klaim big data itu hanya cara pemerintah menjustifikasi penundaan pemilu saja,” ujarnya.
Kholid meminta Luhut bersikap negarawan serta memberikan masukan bijaksana kepada Presiden. Dia mengatakan sikap Luhut mengungkap big data itu menunjukkan oportunis dan pragmatis.
“Seharusnya, sebagai pemimpin, Pak Luhut bersikap negarawan. Berikan masukan yang bijaksana kepada Presiden. Jangan terlalu prematur dengan klaim big data yang tidak jelas sumber data dan metodologinya sudah dibuat menggiring opini publik untuk menunda pemilu. Ini sikap yang oportunis dan pragmatis,” ujarnya.
Luhut Ungkap Big Data Berisi Suara Rakyat Ingin Tunda Pemilu
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan berbicara tentang wacana penundaan pemilu hingga jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang. Luhut mengklaim punya data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat Jumat (11/3/2022). Dalam perbincangannya dengan Deddy, Luhut menjelaskan pihaknya memiliki big data yang isinya merekam aspirasi publik di media sosial soal Pemilu 2024.
“Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah,” kata Luhut.
Dari data tersebut, Luhut menjelaskan masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.
“Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu,” ujarnya.
Masih dari big data yang diklaim Luhut, dia mengatakan rakyat Indonesia mengkritisi dana Rp 100 triliun lebih untuk Pemilu 2024. Dana ratusan triliun rupiah ini memang diajukan KPU kepada DPR-pemerintah.
“Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak,” ucapnya.